Materi PPG PAI KB 1 Bagian 2 (AL-QUR'AN DAN METODE MEMAHAMINYA)


 AL-QUR'AN DAN METODE MEMAHAMINYA (Bagian 2)

2. Tafsir

Menurut bahasa kata tafsir diambil dari kata fassara-yufassiru-tafsir yang berarti menjelaskan. Pengertian tafsir menurut bahasa juga bermakna al-idhah (menjelaskan), al-bayan (menerangkan) dan al-kasyf (menyingkapkan). Sedangkan secara terminologi terdapat beberapa pendapat, salah satunya menurut Shubhi al- Shalih yang mendefinisikan tafsir sebagai berikut :

Artinya:

Sebuah disiplin yang digunakan untuk memahami kitabullah yang diturunkan kepada Nabi Saw dan menerangkan makna-maknanya serta menggali hukum-hukum dan hikmah-hikmahnya.

Definisi lain tentang tafsir dikemukakan oleh ‘Ali al-Shabuni bahwa tafsir adalah ilmu yang membahas tentang Alquran dari segi pengertiannya terhadap maksud Allah sesuai dengan kemampuan manusia. Pendapat senada disampaikan oleh al-Kilabi bahwa tafsir adalah menjelaskan Alquran, menerangkan maknanya dan menjelaskan apa yang dikehendaki dengan nashnya atau dengan isyaratnya atau tujuannya. Demikian juga menurut Syekh al-Jazairi, tafsir pada hakikatnya adalah menjelaskan lafaz yang sukar dipahami oleh pendengar dengan mengemukakan lafaz sinonimnya atau makna yang mendekatinya, atau dengan jalan mengemukakan salah satu dilalah lafaz tersebut.

Berdasarkan definisi di atas, menafsirkan Alquran berarti upaya mengungkap maksud dari Alquran baik ayat perayat, surat persurat maupun tema pertema yang dapat digali dari susunan bahasanya dan lafaz-lafaz yang digunakannya serta seluk beluk yang berhubungan dengannya. Seluk beluk yang dimaksud adalah terkait dengan ‘Ulum al-Quran, yang meliputi asbab al-nuzul, makiyyah dan madaniyyah, ilmu qiraat, nasikh wa mansukh, dan seterusnya.

Asbab al-nuzul yang merupakan latarbelakang turunnya ayat menjadi salah satu komponen yang sangat penting dalam memahami pesan Alquran. Al-Syathibi menegaskan bahwa seorang tidak diperkenankan memahami Alquran hanya dari sisi teksnya saja tanpa memperhatikan konteks ketika ayat turun. Namun demikian, perlu diketahui bahwa tidak seluruh ayat Alquran memiliki riwayat asbab al-nuzul.
Selain Asbab al-nuzul, memahami makiyyah dan madaniyyah juga patut dikuasai dalam memahami Alquran. Makiyyah dapat dipahami sebagai ayat-ayat yang turun di Makkah atau turun sebelum hijrah. Sementara Madaniyyah adalah ayat-ayat yang turun di Madinah atau turun setelah hijrah. Terdapat beberapa manfaatpenguasaan atas makiyyah dan madaniyyah dalam memahami ayat Alquran, yakni: a)

Dapat membantu mempermudah dalam menjelaskan ayat Alquran, dikarenakan 
Dapat membantu mempermudah dalam menjelaskan ayat Alquran, dikarenakan makiyyah dan madaniyyah terkait dengan situasi dan kondisi masyarakat saat itu ketika ayat-ayat Alquran diturunkan. b) Melalui gaya bahasa yang berbeda pada ayat makiyyah dan madaniyyah akan membatu dalam memahami ayat Alquran, sekaligus memberikan indikasi perbedaan karakteristik masyarakat. c) Dengan memahami makiyyah dan madaniyyah akan lebih mudah mengkaitkan dengan aspek sejarah hidup Nabi Muhammad Saw. sebagai salah satu referensi penafsiran.

Selanjutnya, hal yang penting dikuasai dalam menafsirkan Alquran adalah ilmu qiraat. Perbedaan qiraat telah terjadi sejak masa sahabat. Hadis sahih riwayat alBukhari dan Muslim sebagaimana dikutip ‘Ali al-Shabuni menceritakan bahwa suatu ketika di masa hidup Rasulullah saw, Umar bin Khattab salat menjadi makmum dan mendengar bacaan Hisyam bin Hakim saat membaca Surat al-Furqan dengan bacaan qira’ah yang bermacam-macam yang tidak sama dengan bacaannya yang diajarkan Rasulullah Saw. Sehingga, hampir saja Umar menyeretnya ketika dia sedang salat. Namun, Umar berusaha bersabar menunggunya hingga selesai salam. Setelah Hisyam selesai salat, Umar menarik selendangnya seraya berkata padanya, siapa yang membacakan surat kepadamu dengan bacaan seperti itu, kata Umar. Dia menjawab: Rasulullah Saw yang membacakan kepadaku seperti itu. Bohong kamu, kata Umar. Sungguh Rasulullah Saw membacakan padaku tidak seperti apa yang kamu baca. Kemudian Umar membawanya untuk menghadap Rasul. Setelah keduanya diperintah membaca surat al-Furqan, kemudian Rasulullah Saw membenarkan bacaan keduanya, sambil bersabda: “Seperti itulah bacaan Alquran diturunkan.” Kemudian Rasulpun mengatakan, “sesungguhnya Alquran diturunkan dalam tujuh huruf (qiraat), maka bacalah dengan yang memudahkan bagimu” (Al-Shabuni, 2003: 210)

Qiraat sebenarnya tidak hanya berkutat dalam perbedaan bacaan Alquran dari segi dialek saja. Namun terdapat juga perbedaan-perbedaan qira’at yang mempengaruhi terhadap perbedaan makna lafaz, sehingga menjadi penting memahaminya bagi seorang mufassir. Di antara manfaat memahami perbedaan qira’at yang mempengaruhi terhadap makna adalah: a) Dapat mengetahui adanya dua hukum yang berbeda. Misalnya pada surat Al-Baqarah: 222

Artinya:
Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan usaplah kepalamu dan (basuhlah) kakimu sampai dengan kedua mata kaki”

membasuh kaki dapat diubah dengan mengusapnya bagi orang yang memakai khuffah (semacam sepatu pada zaman dahulu) bagi orang yang berperjalanan. 

Pengetahuan seperti ini, tidak mungkin diketahui oleh seseorang yang tidak mengenal tentang ilmu qira’at. Karena itu, pengetahuan ilmu qira’at dan ilmu-ilmu lain dari Ulum al-Quran selain ilmu Bahasa Arab dan yang lainnya menjadi kemampuan dasar bagi seorang mufassir dalam menjelaskan ayat-ayat Alquran agar di dalam penafsirannya dapat terhindar dari kemungkinan terjadi kesalahan. dasar bagi seorang mufassir dalam menjelaskan ayat-ayat Alquran agar di dalam penafsirannya dapat terhindar dari kemungkinan terjadi kesalahan.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar