Materi PPG PAI KB 1 Bagian 1 (AL-QUR'AN DAN METODE MEMAHAMINYA)


AL-QUR'AN DAN METODE MEMAHAMINYA

(Bagian 1)

1. Al-Qur'an

Secara harfiah, Al-quran berarti bacaan yang sempurna. Jumlah kosakata yang terdapat di dalamnya sebanyak 77.439 (tujuh puluh tujuh ribu empat ratus tiga puluh sembilan) kata yang tersusun dari 323.015 (tiga ratus dua puluh tiga ribu lima belas) huruf. Uniknya, seluruh kosakatanya memiliki jumlah yang seimbang antara sinonim dan antonimnya. Di antaranya kata akhirat terulang sejumlah 115 kali sebanyak kata dunya; kata hayat seimbang dengan kata maut yang disebutkan sebanyak 145 kali; kata malaikat berjumlah sama dengan penyebutan kata syaithan sebanyak 88 kali; dan kata thuma’ninah (ketenangan) terulang dalam jumlah yang sama dengan kata dhiyq (kecemasan) sebanyak 13 kali. (Shihab, 2007: 4)

Adapun secara istilah, Alquran adalah firman Allah yang bersifat mukjizat yang diturunkan kepada nabi dan rasul terakhir melalui perantara malaikat Jibril, ditulis dalam berbagai mushaf, ditransimisikan kepada kita secara mutawattir, bernilai ibadah bagi pembacanya dan diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat al-Nas. (al-Shabuni, 2003: 8). Definisi ini adalah definisi yang juga disampaikan mayoritas ulama, karena dianggap komprehensif dan mengandung seluruh unsur yang dapat menjelaskan Alquran.

Dalam fungsinya sebagai hudan li al-muttaqin (petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa), Alquran memuat berbagai regulasi untuk mengatur kehidupan manusia. Hanya saja, pesan dan aturan yang disampaikan di dalam Alquran ada yang berupa pernyataan tegas dan adapula yang bersifat samar yang membutuhkan pemikiran mendalam. Dua bentuk pernyataan ini dalam terminologi ‘Ulum al-Quran disebut dengan ayat-ayat muhkamat dan ayat-ayat mutasyabihat.

1.1 Ayat-ayat Muhkamat

Kata muhkam sebagai bentuk tunggal dari muhkamat, secara etimologi berasal dari akar kata hakama-yahkamu-hukman berarti menetapkan, memutuskan atau memisahkan. Kemudian dijadikan wazan af’ala menjadi ahkama-yuhkimu-ihkam yang berarti mencegah. Al-Hukmu artinya memisahkan antara dua hal. Jika seseorang dikatakan hakim maka karena ia mencegah kezaliman dan memisahkan antara dua orang yang berselisih serta membedakan antara yang benar dan salah.

Menurut Manna’ Al-Qaththan, secara terminologi muhkam adalah ayat yang mudah diketahui maksudnya, mengandung satu makna dan dapat diketahui secara langsung tanpa memerlukan keterangan lain. (Al-Qaththan, 1995: 207). Jadi, ayat-ayat muhkamat adalah ayat-ayat yang mengandung makna yang kokoh, jelas dan fasih. Pengertian muhkam ini menjadi sifat Alquran yang disebutkan dalam surat Hud ayat 1:

“Alif Lam Ra. (Inilah) Kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi kemudian dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi Tuhan yang Mahabijaksana dan Mahatahu.”

1.2 Ayat-ayat Mutasyabihat

Secara harfiah, mutasyabih yang merupakan bentuk tunggal dari mutasyabihat berasal dari kata syabaha yang berarti serupa. Syubhah -bentuk nomina dari syabaha- adalah keadaan tentang satu dari dua hal yang tidak dapat dibedakan dari lainnya karena ada kemiripan di antara keduanya secara konkret atau abstrak. Makna ini sejalan dengan sifat kedua Alquran yaitu kitaban mutasyabihan sebagaimana disebut dalam surat az-Zumar ayat 23:

“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Alquran yang serupa (ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang- orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka ketika mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan Kitab itu Dia memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa dibiarkan sesat oleh Allah, maka tidak seorang pun yang dapat memberi petunjuk.”

Dengan demikian, ayat-ayat mutayabihat adalah ayat-ayat yang maknanya tidak atau belum jelas dan untuk memastikannya tidak ditemukan dalil yang kuat. Dari itu, para ulama menyebut ayat-ayat mutasyabihat secara ringkas dengan ungkapan hanya Allah yang mengetahui maknanya.

Tentang keberadaan ayat-ayat muhkamat dan mutasyabihat, Alquran sendiri menyampaikan dalam surat Ali ‘Imran (QS 3:7):

“Dialah yang menurunkan al-Kitab (Alquran) kepada kamu. Di antara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok isi Alquran dan yang lain (ayat- ayat) mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami”. Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.”

Kemudian, berkenaan dengan kategorisasi ayat-ayat muhkamat dan ayat-ayat mutasyabihat, para ulama berbeda pendapat dalam menentukannya. Bisa jadi satu ayat dikategorikan sebagai ayat muhkamat oleh sebagian ulama, sementara mutasyabihat oleh ulama lain, seperti ayat tentang Jannah dan Nar, mayoritas menggolongkannya ke dalam ayat muhkamat, sementara bagi kelompok bathiniyyun mengategorikannya ke dalam mutasyabihat karena narasi tentang surga dan neraka adalah bentuk metafora.

Perbedaan pandangan tersebut tentu didasari atas perbedaan tentang definisi dan kriteria ayat muhkamat dan mutasyabihat. Al-Zamakhsyari menggariskan kriteria ayat-ayat yang tergolong muhkamat adalah ayat-ayat yang berhubungan erat dengan hakikat (realitas); sedangkan mutasyabihat adalah ayat-ayat yang membutuhkan penelitan (tahqiqat).

Secara lebih spesifik, al-Raghib al-Ashfahani membuat kriteria bagi ayat- ayat mutasyabihat adalah ayat-ayat yang tidak diketahui hakikat maknanya, seperti ayat seputar kiamat; dan ayat-ayat yang hanya bisa diketahui maknanya dengan bantuan ayat muhkamat, hadis sahih atau disiplin ilmu lain, seperti ayat yang lafalnya terlihat aneh dan hukum-hukumnya tertutup. Sementara ayat-ayat muhkamat menurutnya adalah ayat-ayat yang tidak termasuk ke dalam kategori mutasyabihat.

Sekalipun terdapat ayat yang telah terang maknanya dan di saat yang bersamaan masih terdapat yang samar maksudnya, tetapi bisa dipastikan bahwa kebenaran Alquran bersifat absolut atau mutlak. Kemutlakan ini akan berubah menjadi relatif ketika sudah menjadi pemahaman manusia. Dari itu, perlu diketahui bahwa upaya memahami kandungan Alquran terdapat beberapa metode, yaitu tafsir, takwil dan terjemah. Walaupun terjemah bukan merupakan metode memahami Alquran karena hanya sebatas pengalihbahasaan, tetapi terjemah dianggap sebagai salah satu upaya untuk mengantarkan pemahaman dasar dari Alquran bagi orang awam.

 

Klik DISINI untuk lanjut ke bagian ke 2

1 komentar: